Racun Tersistem Dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan urusan bersama. Ia bukanlah hanya urusan para ahli ataupun praktisi pendidikan. Masyarakat sebagai keseluruhan, sebenarnya, merupakan sebuah institusi pendidikan. Pendidikan terjadi setiap saat di dalam kehidupan bersama, melampaui sekat-sekat ruang kelas.
Pendidikan tertinggi datang dari keteladanan hidup. Rumusan moral maupun ilmu pengetahuan akan menjadi percuma, tanpa keteladanan hidup yang nyata. Ketika keteladanan meredup, maka kemunafikan akan bertumbuh. Buih moral nan suci akan dibarengi dengan hasrat akan uang, kuasa dan kenikmatan seksual yang tak terbendung.
Sesungguhnya, pendidikan memiliki tujuan yang amat luhur. Ia membebaskan manusia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan. Ia menyadarkan orang akan tempatnya tidak hanya di dalam masyarakat, tetapi di dalam semesta yang tak berhingga ini. Dari kesadaran tersebut lahirlah kebahagiaan sejati di dalam diri yang tidak tergantung pada apapun, baik oleh harta, kuasa maupun kenikmatan badani semata.
Sayangnya, pendidikan kita telah melintir jauh dari hakekatnya. Ia tidak lagi mencerdaskan dan membebaskan, melainkan justru memperbodoh dan memenjara pikiran. Proses pendidikan tidak lagi menjadi proses yang membahagiakan dan menyadarkan, melainkan justru menyiksa batin dan menumpulkan rasa. Ada lima racun pendidikan yang patut untuk diperhatikan.
Pertama, pendidikan kita sekarang ini hanya memiliki satu tujuan, yakni lulus tes. Pendidikan kehilangan akar dan tujuan luhurnya, dan menjadi semata soal kelulusan tes. Padahal, tes yang dibuat seringkali tidak mencerminkan kemampuan apa adanya, melainkan hanya potret sesaat dari keadaan yang sejatinya terus berubah. Pendek kata, tes-tes yang dilakukan, sesungguhnya, tidak hanya tidak berguna, tetapi juga merusak, karena membunuh roh hakiki pendidikan itu sendiri.
Dua, pendidikan kita terjebak pada kedangkalan. Ia hanya mendidik orang untuk menjadi pekerja di perusahaan-perusahaan, ataupun organisasi pemerintah. Pendidikan pun disempitkan hanya menjadi semata ketrampilan praktis dan kepatuhan di dalam menaati perintah atasan. Di dalam pendidikan semacam ini, manusia diubah menjadi layaknya robot ataupun mesin yang siap bekerja, ketika tombol ditekan.
Tiga, pendidikan juga terjebak pada mental dogmatik. Mental semacam ini menghormati tradisi dan agama secara buta, tanpa sikap kritis. Pendidikan pun berubah menjadi tempat cuci otak yang tidak hanya memperbodoh manusia, tetapi juga menyiksa batin mereka. Tak heran, orang-orang fanatik dan intoleran, yang merusak rajutan Pancasila dan Ke-Indonesiaan, bertumbuh subur di sekolah-sekolah kita.
Empat, pendidikan kita hanya berfokus pada kepintaran intelektual semata. Hal-hal lain dalam diri manusia, seperti hasrat, emosi dan rasa, cenderung diabaikan. Akibatnya, pendidikan menghasilkan manusia-manusia berkepala, namun tanpa hati dan empati. Orang bisa menjadi begitu cerdas dan rasional, namun kejam tanpa nurani.
Lima, pendidikan kita juga terjebak pada feodalisme. Guru dan orang tua menjadi pihak-pihak yang gila hormat. Mereka memaksakan cara pandang mereka ke generasi muda, dan menjadi jahat, ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan kritis. Budaya feodalisme ini juga membunuh rasa ingin tahu sekaligus sikap kreatif yang menjadi jantung hati pendidikan.
Jika lima racun pendidikan tersebut tidak disadari dan diatasi, maka pendidikan justru akan menjadi sumber kehancuran bangsa. Pendidikan justru memperbodoh dan menyiksa jiwa. Produk pendidikan semacam ini adalah manusia-manusia “cacat” nurani. Tak heran, perilaku-perilaku yang merusak pun akan terus bermunculan di dalam kehidupan bersama, seperti korupsi yang tak terbendung, serta pemerkosaan terhadap perempuan yang merajalela di berbagai penjuru di Indonesia.
Pendidikan harus dikembalikan ke hakekat asalinya. Ia harus mendorong rasa ingin tahu dan kreativitas di segala bidang, sambil dibalut dengan nilai-nilai kosmopolit yang universal. Secara sistematik dan bertahap, kelima racun pendidikan harus dilenyapkan. Taruhannya tidak hanya masa depan bangsa, melainkan jati diri serta keberadaan bangsa Indonesia itu sendiri. Semoga ini menjadi perhatian kita bersama.
Post a Comment for "Racun Tersistem Dalam Pendidikan"