Meski Dibubarkan HTI Masih Berkeliaran
Isu-isu khilafah sudah tidak asing untuk didengar oleh telinga masyarakat. perbedaan pendapat terhadap khilafah juga kerapkali di lontarkan oleh pakar-pakar agama, politik, dan pakar lainnya. memanglah sebuah perbedaan pendapat dapat menjadikan sebuah kekuatan besar apabila dapat disatukan. Gus Dur pernah mengatakan " menerima perbedaan pendapat dan asal-muasal bukanlah tanda kelemahan, melainkan menunjukan kekuatan". Namun dalam penyatuan berbagai pendapat sangatlah sulit. hal ini dibuktikan dengan adanya pro kontra terhadap sistem khilafah. Disatu sisi kelompok A menginginkan utuhnya NKRI, disisi lain kelompok B menginginkan berdirinya negara islam.
perbedaan tentang khilafah begitu jelas terlihat pada satu tahun ini. mungkin ini adalah imbas dari pilkada DKI Jakarta yang kemudian banyak orang termakan isu-isu dalam media-media sosial. seakan-akan pilkada DKI Jakarta adalah kran air yang dibuka lebih besar sehingga berbagai ideologi mulai merambah dan lebih masif. ditambah lagi dengan penyebaran sebuah berita yang begitu provokatif dan membuat masyarakat indonesia termakan oleh isu-isu yang beredar. ditambah lagi sebuah ajakan provokatif yang dilontarkan berkaitan dengan agama, padahal masyarakat Indonesia memiliki agama yang berbeda-beda sehingga apabila isu yang dilontarkan berkaitan dengan agama maka salah satu dari agama lain pakan merasa terdiskriminasi. menurut hasil sensus Indonesia tahun 2010(diambil dari wikipedia) 87,18% penduduk indonesia beragama Islam, 6,96% beragama protestan, 2,9% beragama katolik, 1,69 beragama Hindu, 0,72% beragama Budha, 0,05% beragama Kong hu chu, 0,13% agama lain, dan 0,38% belum diketahui atau tidak ditanyakan.
setelah pilkada DKI itulah kemudian pergerakan kelompok-kelompok yang menolak pancasila lebih gencar dan lebih berani dalam menjalankan misinya. ada juga organisasi yang begitu menunjukan perlawanannya terhadap pancasila. hal semacam ini merupakan problematika yang begitu sulit untu dilewati masyarakat mengingat masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, dan kelompok tersebut membungkus dirinya dengan kedok agama. maka dengan kedok agama, akan banyak masyarakat yang melihat kelompok tersebut adalah benar, padahal mereka bertentangan dengan pancasila.
berbagai Ormas juga telah berusaha semaksimal mungkin dalam membentengi paham-paham yang baru bermunculan. dimulai dari dakwah untuk tidak saling memprovokasi, demonstrasi bubarkan organisasi anti pancasila, hingga mendesak pemerintah untuk membubarkan ormas yang bertentangan dengan pemerintah.
usaha-usaha yang dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat, membuahkan hasil. dimuai dari keluarnya perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perpu Ormas) diterbitkan.Akhirnya tepat pada tanggal 19 Juli 2017 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang jelas menentang Pancasila.
Dengan dibubarkannya HTI maka ruang gerak dari paham-paham anti pancasila sedikit berkurang. namun tetap saja masih banyak orang-orang yang memiliki pemikiran sama seperti HTI. ditambah lagi sebuah pengkaderan mereka sangat masih pada pelajar-pelajar, mahasiswa, dan orang orang yang berkecimpung dalam dunia intelektual. perlunya pembendungan terhadap para kaum intelektual sangatlah diperlukan. mungkin dengan memetakan sebuah organisasi yang berada di kampus, di madrasah atau sekolah-sekolah lain. sehingga ruang gerak dari para pemberontak pancasila akan lebih sempit.
kekhawatiran jika masih banyak embrio masyarakat yang berfikiran anti pancasilais akan membentuk sebuah organisasi baru dan menggunakan kedok PANCASILA, sehingga mereka membuat pancasila sebagai bungkus untuk membuat gerakan baru. hal yang demikian bisa saja terjadi karena islam saja yang merupakan Agama dijadikan sebagai bungkus dari mereka. maka dari itu perlulah antara masyarakat dan juga pemerntah saling mendukung untuk menjaga kedaulatan NKRI agar paham-paham radikalisme di Indonesia dapat dicegah.
perbedaan tentang khilafah begitu jelas terlihat pada satu tahun ini. mungkin ini adalah imbas dari pilkada DKI Jakarta yang kemudian banyak orang termakan isu-isu dalam media-media sosial. seakan-akan pilkada DKI Jakarta adalah kran air yang dibuka lebih besar sehingga berbagai ideologi mulai merambah dan lebih masif. ditambah lagi dengan penyebaran sebuah berita yang begitu provokatif dan membuat masyarakat indonesia termakan oleh isu-isu yang beredar. ditambah lagi sebuah ajakan provokatif yang dilontarkan berkaitan dengan agama, padahal masyarakat Indonesia memiliki agama yang berbeda-beda sehingga apabila isu yang dilontarkan berkaitan dengan agama maka salah satu dari agama lain pakan merasa terdiskriminasi. menurut hasil sensus Indonesia tahun 2010(diambil dari wikipedia) 87,18% penduduk indonesia beragama Islam, 6,96% beragama protestan, 2,9% beragama katolik, 1,69 beragama Hindu, 0,72% beragama Budha, 0,05% beragama Kong hu chu, 0,13% agama lain, dan 0,38% belum diketahui atau tidak ditanyakan.
setelah pilkada DKI itulah kemudian pergerakan kelompok-kelompok yang menolak pancasila lebih gencar dan lebih berani dalam menjalankan misinya. ada juga organisasi yang begitu menunjukan perlawanannya terhadap pancasila. hal semacam ini merupakan problematika yang begitu sulit untu dilewati masyarakat mengingat masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, dan kelompok tersebut membungkus dirinya dengan kedok agama. maka dengan kedok agama, akan banyak masyarakat yang melihat kelompok tersebut adalah benar, padahal mereka bertentangan dengan pancasila.
berbagai Ormas juga telah berusaha semaksimal mungkin dalam membentengi paham-paham yang baru bermunculan. dimulai dari dakwah untuk tidak saling memprovokasi, demonstrasi bubarkan organisasi anti pancasila, hingga mendesak pemerintah untuk membubarkan ormas yang bertentangan dengan pemerintah.
usaha-usaha yang dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat, membuahkan hasil. dimuai dari keluarnya perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perpu Ormas) diterbitkan.Akhirnya tepat pada tanggal 19 Juli 2017 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang jelas menentang Pancasila.
Dengan dibubarkannya HTI maka ruang gerak dari paham-paham anti pancasila sedikit berkurang. namun tetap saja masih banyak orang-orang yang memiliki pemikiran sama seperti HTI. ditambah lagi sebuah pengkaderan mereka sangat masih pada pelajar-pelajar, mahasiswa, dan orang orang yang berkecimpung dalam dunia intelektual. perlunya pembendungan terhadap para kaum intelektual sangatlah diperlukan. mungkin dengan memetakan sebuah organisasi yang berada di kampus, di madrasah atau sekolah-sekolah lain. sehingga ruang gerak dari para pemberontak pancasila akan lebih sempit.
kekhawatiran jika masih banyak embrio masyarakat yang berfikiran anti pancasilais akan membentuk sebuah organisasi baru dan menggunakan kedok PANCASILA, sehingga mereka membuat pancasila sebagai bungkus untuk membuat gerakan baru. hal yang demikian bisa saja terjadi karena islam saja yang merupakan Agama dijadikan sebagai bungkus dari mereka. maka dari itu perlulah antara masyarakat dan juga pemerntah saling mendukung untuk menjaga kedaulatan NKRI agar paham-paham radikalisme di Indonesia dapat dicegah.