Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KAMPUS SEBAGAI PASAR IDEOLOGI

Ideologi sebagai peranakan ilmu sosial telah dinyatakan sebagai pemeran utama dalam stabilitas sosial politik sebuah negara. Lebih jauh lagi, ia dianggap sebagai penentu bagaimana seseorang atau sebuah komunitas dalam upayanya menghadapi persoalan dan kemudian menyikapinya. Istilah ideologi sudah tidak asing ditelinga masyarakat, khususnya mahasiswa. Terhitung sejak dipakainya istilah ideologi oleh Destutt de Tracy pada masa Napoleon Bonaparte akhir abad 18, wacana ini mulai pesat dikembangkan. Dalam perkembangannya ideologi justru banyak menimbulkan fakta-fakta non humanis. Terlebih ketika tiga ideologi raksasa dunia ( baca; sosialisme-komunisme, fasisme, dan kapitalisme) mulai menggaung besar di beberapa kawasan Eropa. Contoh paling tragis adalah fasisme Jerman dengan anti-semitisnya yang berhasil membantai ribuan warga Yahudi.

Terlepas dari pemaknaan ideologi, serta keterpilihannya sebagai motor konstalasi sosial politik negri, keterlibatan aksi dan ideologi gerakan mahasiswa patut dipertimbangkan, terutama oleh mereka pemangku kebijakan negara. Tercatat, dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia mahasiswa terlihat sangat gesit dalam melakukan perubahan. Sebagai pengenyam pendidikan tertinggi, sudah sepatutnya kepekaan terhadap problematika masyarakat tertanam dalam diri seorang mahasiswa. Selain dari pada itu, kegiatan kampus yang banyak melatih untuk melakukan kajian, pengamatan, serta penelitian-penelitian fenomena sekitar cukup dijadikan alasan terhadap progresivitas mahasiswa yang semakin menggelora.

Jika diamati, corak ideologi mahasiswa yang ramai bergaung di Indonesia adalah bernuansa Islam, hal ini wajar mengingat mayoritas warga Indonesia meyakini Islam sebagai agama mereka. Telah berjajar sederetan nama organisasi pergerakan mahasiswa Islam yang mengawali pusat kegiatannya di kampus maupun extra kampus, sebut saja PMII, HMI, KAMMI, IMM, HMI MPO dsb. Dan masing-masing dari pergerakan tersebut tak lepas dari ideologi yang melatar belakanginya, disertai dengan karakteristik yang berbeda.

Ideologi tersebut tidak jauh beda dengan varian ideologi yang berkembang di masyarakat Indonesia atau yang biasa disebut ormas. Ideologi mahasiswa ini bisa dikatakan sebagai wadah lain yang dikhususkan untuk kaum muda. Tujuannya, agar kader mudanya dapat bebas bergerak, menuju langkah-langkah progresif, dinamis serta dapat menggagas hal-hal baru, dengan catatan tidak menyalahi aturan dari organisasi masyarakat yang dianutinya. Terlebih karena mahasiswa memiliki aura idealisme yang begitu kental, sehingga paradigma akan kebesarannya dianggap begitu nyata.

Berbagai pengamatan yang dilakukan terhadap keberagaman ideologi mahasiswa rupanya telah menciptakan sebuah kesimpulan, bahwasanya pangkal dari perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam ranah teologi. Terlihat jelas dalam upaya sebagian dari mereka dengan menggodok kembali formulasi-formulasi aqidah ulama klasik dengan tujuan untuk merelevankan konsep-konsep keagamaan dengan kondisi kekinian.Sebut saja PMII yang biasanya teologi yang mereka pakai adalah konsep Islam kaffah, yang dipercayai mampu menjawab problematika masyarakat di era yang semakin plural maka dengan konsep-konsep PMII tidak terlepas dari rahim NU yang mampu menjawab masyarakat yang semakin plural.

Selain berkutat dengan wacana pemikiran, ada beberapa diantaranya justru terjebak dalam aksi-aksi pergerakan serta amal. Sehingga krisis wacana mulai jelas terlihat. Hal ini disebabkan tradisi ilmiah yang berkembang serta para pakar dalam organisasi tersebut hanya mengulas sebatas persoalan-persoalan hukum Islam (fiqhiyyah), dan hal inipun diakui secara gamblang oleh Prof. Azyumardi Azra.

Tak lupa, bidikan menonjol lainnya adalah gesekan-gesekan yang terjadi antara pergerakan mahasiswa dengan konstalasi politik domestik. Dalam tubuh Islam sendiri terdapat dua corak utama dalam ber-ideologi, yaitu kubu tradisionalis dan modernis. Tumbuh kembangnya organisasi kemahasiswaan sejatinya tidak jauh dari bayang-bayang ideologi ini. Yang kemudian sangat terlihat kearah mana kecondongan dari organisasi tersebut. Misalnya, PMII yang banyak condong kepada Nahdlatul Ulama ( NU ), kemudian IMM condong pada Muhammadiyah karena IMM merupakan banom dari Muhammadiyah dan HMI yang tidak memiliki arah tujuan kearah mana mereka condong, karena Masyumi yang dahulu menjadi bapak dari organisasi HMI kini telah dibubarkan karena berani memberontak dan ingin mengulingkan kepemerintahan era Soekarno. tak ketinggalan KAMMI yang mayoritas berafiliasi kepada PKS dengan gerakan gerakan baru yang sedikit menolak pancasila.


Namun menariknya, meskipun perbedaan ideologi menjadi pembeda antara satu dan yang lainnya, perpecahan dan konflik antar pergerakan mahasiswa ini semakin jarang ditemukan. Justru yang sering ber-konflik adalah induk ideologi serta partai yang dikendarainya. Mungkin karena 'idealis' kaum muda yang sama-sama menginginkan perubahan ideal, sehingga mau tidak mau mereka pun harus tunduk terhadap sikap perdamaian. Tanpa berarti membeda-bedakan antara idealisme kaum muda dan tua.

maka perlulah berhati-hati bagi mahasiswa dalam memilih sebuah ideologi, jangan sampai tersesat dalam situasi yang membuat kepercayaaan diri sendiri hilang, kepercayaan pada bangsa sendiri hilang. karena bangsa Indonesia bukan rumusan orang-orang biasa. didalamnya terdapat tokoh-tokoh kiai yang sangat berpengaruh dan memiliki ilmu tinggi. jangan sampai mahasiswa merongrong untuk menghancurkan bangsa. namun mahasiswa harus merongrong untuk memperbaiki bangsa. 

di era akhir ini semakin terlihat banyak masyarakat yang telah terhegemoni untuk menggantikan ideologi bangsa Indonesia dengan cara apapun. dan tidak hanya masyarakat yang terhegemoni. akan tetapi banyak mahasiswa yang ikut terlibat didalamnya. maka perlu dipahami bahwa PANCASILA merupakan sebuah nilai dan tidak akan pernah bertentangan dengan agama. pastilah pancasila tetap bersinergi terhadap agama.