Mengenal Siti Rahmani Rauf Si “Nenek Budi”
“Ini Budi. Ini Ibu Budi. Itu Bapak Budi. Ibu Budi Pergi ke Pasar.”
Masih
ingat kalimat-kalimat singkat ini? Ya, siapapun anak Indonesia di era
80-90 an pasti mengenal frase ini, karena ketika siswa Sekolah Dasar
memasuki tahun pertamanya, kalimat inilah yang pertama kali
diperkenalkan dalam pelajaran baca tulis.
Adalah Siti Rahmani
Rauf, atau yang akrab dipanggil Nenek Rauf, pengajar kelahiran Padang 5
Juni 1919 yang memopulerkan metode membaca ‘Ini Budi’ yang melegenda
tersebut. Mengabdi di dunia pendidikan yang dicintainya, nenek Rauf
mengukir sendiri sejarah nya, beliau sudah menjadi pendidik sejak
remaja.
Lulus dari sekolah Belanda, Nenek Rauf mengajar di
sekolah. Kala itu, usianya masih 18 tahun. Nenek Rauf menjalani profesi
sebagai pendidik di Tanah Sumatera selama 15 tahun sejak 1938-1953.
Setahun
kemudian, Nenek Rauf menginjakkan kaki di Ibu Kota. Di sini, Nenek Rauf
membesarkan anak-anaknya sambil terus mengajar. Almarhumah juga sempat
menjabat kepala sekolah SD Tanah Abang 5 pada 1976.
Kelahiran
“Ini Budi” sendiri dimulai ketika pada sekira 1986 Nenek Rauf
mendapatkan proyek menyusun alat peraga dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) yang dulu masih bernama Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas). Ketika itu, buku paket pelajaran “Ini Budi”
sendiri sudah ada, namun dibutuhkan alat peraga berupa gambar-gambar
yang dapat memperjelas isi buku paket tersebut.
Hasil kerjanya
kemudian disebut sebagai metode Struktur Analisa Sintesa (ASA). Saat
mengerjakan proyek ini selama sekira setahun, Nenek Rauf
mengikutsertakan salah satu anaknya, Karmeni Rauf. Wanita 63 tahun itu
juga mengikuti jejak sang ibu sebagai pendidik.
Setelah alat
peraga tersebut selesai dibuat, Depdiknas mencetak dan
menyebarluaskannya ke seluruh Jawa dan Sumatera. Tak ayal, buku peraga
“Ini Budi” mendapat tempat di hati setiap siswa kelas satu SD. Pasalnya,
tidak hanya kalimat, dalam buku pelajaran tersebut juga tercantum
gambar atau visual masing-masing tokoh, yakni Budi, Ibu Budi, dan Bapak
Budi. Sehingga para siswa mudah untuk memahaminya.
Metode Mari
Membaca tersebut rupanya efektif. Dengan mengenalkan metode membaca
tersebut, para siswa didik tidak hanya lancar membaca, tapi juga
mengenal karakter tokoh. Buku ini juga memuat banyak gambar yang menarik
untuk merangsang minat belajar anak.
Juni 2014, akhirnya ‘Budi’
lulus dari sekolah dasar. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh saat
itu resmi menghapuskan ‘Ini Budi’ dalam pelajaran Bahasa Indonesia. M
Nuh lalu menggantikan sosok ‘Budi’ dengan beragam tokoh yang
mencerminkan keanekaragaman suku di Indonesia.
Selasa malam 10 Mei
2016, dunia pendidikan harus kehilangan anak bangsa yang berjasa dalam
transformasi pendidikan di Indonesia. Nenek Rauf wafat di usia ke-96
tahun diakibatkan penyakit diabetes yang telah dideritanya selama 30
tahun. Namun hasil karyanya dalam mencerdaskan anak bangsa akan abadi.
Selamat
jalan, nek. Terimakasih sudah menginspirasi. Budi akan terus belajar
dan menjadi kebanggaan bagi bangsa dan negara nya, Indonesia. (efq)