MAKALAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Penelitian
tindakan menghadirkan suatu perkembangan bidang penelitian pendidikan yang
mengarahkan mengidentifikasikan karakteristik kebutuhan pragmatis dari praktisi
bidang pendidikan untuk mengorganisasi pendidikan reflektif ke dalam pengajaran
di kelas.[1]Belakangan
ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh
para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu
diberbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap
masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang
di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian
terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan
dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang
telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai
sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap
pelaksanaan. Hasil dari proses refleksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan
dan penyempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas
dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas
keberhasilan tertentu dapat tercapai.
Dalam bidang
pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu
penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap
PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri,
bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik
pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian
terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak
perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang
mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan.
Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
pentingnya penelitian tindakan kelas?
2.
Bagaimanakah
model dan jenis penelitian tindakan kelas?
3.
Bagaimanakah
pelaksanaan penelitian tindakan kelas?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pentingnya penelitian tindakan kelas?
2.
Untuk
mengetahui model dan jenis penelitian tindakan kelas?
3.
Untuk
mengetahui pelaksanaan penelitian tindakan kelas?
BAB II
Pembahasan
A. Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa
alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk
meningkatkan profesional seorang guru :
- PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Para guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang ia dan muridnya lakukan.
- PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktisi, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
- Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
- Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
- Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya. Dalam setiap kegiatan, guru diharapkan dapat mencermati kekurangan dan mencari berbagai upaya sebagai pemecahan. Guru diharapkan dapat menjiwai dan selalu “ber PTK”.[2]
- Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.[3]
B. Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
PTK di
Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa
ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan
pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat dilakukan
didalam bidang pengembangan organisasi, manejemen, kesehatan atau kedokteran,
pendidikan, dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat
dilakukan pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan
di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk
suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya
berikut ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut John
Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial
dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982).
Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari
perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis
dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri
kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi
tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut Carr
dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan
oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi
sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a)
praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b)
pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi (dan
lembaga-lembaga) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro,
1997).
Lebih
lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut
dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna
sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap
dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses
pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis
dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung
jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka
guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi
dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan
cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan
diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya,
baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun
aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan
dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang
senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya
peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realistis,
dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas
sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya.
Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan
bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu
penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai
tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak
disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam
kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK diantaranya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan
oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada
lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
C. Jenis dan Model PTK
Sebagai
paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang
relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain,
misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan
sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat
dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK
dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan
sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan
perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya
kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang
melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa
siklus.
Menurut
Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2)
kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6)
internalisasi teori dan praktek. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan
secara singkat karakteristik PTK tersebut.[4]
- Kritik Refleksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
- Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
- Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
- Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
- Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
- Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk
penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif
maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu
lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian
yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
D. Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat jenis
PTK, yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan
(4) PTK eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan
secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.
- PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
- PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
- PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
- PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
E. Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa
model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia
pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc
Taggart, (3) Model John Elliot, dan (4) Model Dave Ebbutt.
- Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi: (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating).
Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Memang banyak ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi, adapun model tahapannya sebagai berikut:[5]
F. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak model
PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara
singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling
terkait dan berkesinambungan: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan
(acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).
Namun
sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK, yang meliputi:
- Identifikasi masalah
- Analisis masalah
- Rumusan masalah
- Rumusan hipotesis tindakan
Tahapan Pra
PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan
disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti
sebagai suatu penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna
menuntut pelaksanaan tahapan PTK adalah sebagai berikut ini.
- Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
- Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
- Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut?
- Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi?
- Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Jadi,
tahapan pra PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari guru terhadap masalah
yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada salah
seorang murid saja, namun lebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal,
misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap
klasikal, dan lain-lain.
Berangkat
dari hasil pelaksanaan tahapan Pra PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat.
- Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
- Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi (pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
- Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris
- Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.[6]
BAB III
Penutup
Simpulan
Demikianlah,
secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus
ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti
sebuah spiral.
Kapan
siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si
peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam
suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus
tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan
kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah
tersebut
DAFTAR PUSTAKA
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii/
(Kamis, 03 Desember
2015)
Emzir. Metodologi penelitian
pendidikan kuantitatif dan kualitatif. Jakarta: raja grafindo persada. 233.
Zainal Aqib. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama
Widya. 2008. 16-17
Suharsimi Arikunto dkk. Penelitian
tindakan kelas. Jakarta: bumi aksara. 2006. 16.
[1] Emzir. Metodologi penelitian pendidikan kuantitatif dan kualitatif.
Jakarta: raja grafindo persada. 233.
[2] Zainal Aqib. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
2008. 14.
[3]https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii/
(Kamis, 03
Desember 2015)
[4] Zainal Aqib. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
2008. 16-17
[5] Suharsimi Arikunto dkk. Penelitian tindakan kelas. Jakarta: bumi
aksara. 2006. 16.
Post a Comment for "MAKALAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS"