Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKALAH PENERAPAN GAYA KEPEMIMPINAN PRIMAL DALAM INSTITUSI SEKOLAH MENURUT GOLEMAN



BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Para Ilmuan yang menekuni masalah-masalah kepemimpinan telah melakukan banyak penelitian tentang berbagai segi kepemimpinan. Berbagai  penelitian tersebut mengisaratkan bahwa masyarakat modern harus memiliki lantasan berfikir Ilmiah yang secara teoritikal dapat memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kepemimpinan yang efektif dalam segala aspek kehidupan, seperti bidang kenegaraan, keniagaan,  bidang politik dan juga dalam bidang keagamaan dan dibidang organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa.[1] Istilah pemimpin menjadi sangat sentral dalam segala aspek kehidupan. Maka pentingnya kajian Ilmiah yang memberi parameter kepada masyarakat tentang bagaimanakah misalnya menjadi pemimpin yang baik. Kemudian bagaimanakah seorang pemimpin mampu menciptakan perubahan dan keadilan sosial? Pertanyaan semacam itu menjadi sangat relevan dalam kajian kepemimpinan secara umum.
Akan tetapi dalam makalah ini akan diintensifkan dengan kajian kepemimpina secara lebih khusu. Karena makalah ini kan mengkaji pemikiran Goleman tentang kepemimpinan dengan mengedepankan kecerdasan emosi. Seorang pemimpin yang harus menggunakan pendekatan emosi untuk menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Maka misalkan seperti apa gambaran serta konsep yang akan ditawarkan Goleman tentang kepemimpinan berdasar emosional akan dipaparkan dalam bab-bab dibawah ini.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Istilah kepemimpinan pendidikan?
2.      BagaimanaBiografi Daniel Goleman dan Karya Intelektual?
3.      Bagaimanakah Konsep Daniel Goleman Tentang Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence).

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Istilah kepemimpinan pendidikan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana Biografi Daniel Goleman dan Karya Intelektual.
3.      Untuk mengetahui Bagaimanakah Konsep Daniel Goleman Tentang Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence).










BAB II
Pembahasan

A.  Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Dalam memahami kepemimpinan perlu dikupas dari sisi etimologis dan definitif. Dari aspek etimologis leadership dapat ditelusuri maknanya dengan mengupas secara harfiah. Pemaknaan secara harfiah lebih cenderung menelusuri asal muasal pembentukan konsep tersebut. Adapun dilihat secara harfiah ini kepemimpinan dapat dipahami sebagai:
1.    Leadership berasal dari kata to lead yaitu berupa kata kerja yang berarti memimpin.
2.    Bisa juga dipahami dengan kata to show the way to by going in advance.
3.    Bertolak dari pengertian secara harfiah, dengan demikian memimpin merupakan suatu pekerjaan seorang tentang bagaimana cara-cara untuk mengarahkan (direct) orang lain.

Adapun pemaknaan secara terperinci sebagai berikut:
1.    Artinya kepemimpinan juga harus dipahami dari sisi pelaku kepemimpinan, yang disebut dengan istilah leader (pemimpin), yaitu orang yang melakukan aktivitas atau kegiatan untuk memimpin.
2.    Pemimpin merupakan orang yang menjalankan kepemimpinan atau dapat dimengerti sebagai a person who leads others a long way guidence.
Bisa disimpulkan bahwa ketika dilihat dari perincian diatas seorang pemimpin adalah seseorang yang memimpin orang lain dengan cara memberikan petunjuk, atau dengan dimaknai  secara lebih formal, bahwa dengan menjalankan kepemimpinan seseorang tersebut memberikan perintah-perintah.[2]
            Dengan menyebutkan “kepemimpinan pendidikan” maka disamping menjelaskan di mana kepemimpinan itu berada dan berperan. Tambahan kata “pendidikan” dibelakan kata “kepemimpinan” hendaknya menampakkan sifat atau ciri khusus kepemimpinan yang bersifat mendidik, membimbing dan mengemong tetapi bukan dalam unsur paksaan bahkan sampai memperkosa dan menekan dalam bentuk apapun. Oleh karena itu kepemimpinan pendidikan terdapat dan berperanan pada usaha-usaha yang berhubungan dengan kegiatan atau proses mendidik dan mengajar disatu pihak, dan pada pihak yang lain berhubungan dengan usaha-usaha pengembangan pendidikan sebagai satu ilmu dengan kepala cabang-cabangnya dan ilmu-ilmu membantunya.[3]
Konsep kepemimpinan dalam dunia pendidikan memanglah berperan sangat penting. Akan tetapi seiring adanya sebuah konsep kepemimpinan tentu teori-teori tentang kepemimpinan berkembang sangat banyak. Salah satunya apa yang dikemukakan oleh Goleman yakni tentang kepemimpinan berdasarkan emosional yang akan dikupas dalam bagian selanjutnya.
B.  Biografi Daniel Goleman dan Karya Intelektual
1.    Biografi dan Aktifitas Intelektualnya
Daniel Goleman adalah seorang Psikolog yang sangat aktif dalam pengembangan dunia pendidikan. Ia lahir di sebuah kota yang bernama Stockton California, dan sekarang tinggal di Berkshires Massachasetts bersama seorang istrinya Tara Bennet Goleman seorang ahli psikoterapi dan mempunyai dua anak.
Karir pendidikan tinggi Goleman dimulai dari universitas Amherst, dimana ia mendapat gelar sarjana dan lulus dengan predikat cumlaude. Setelah itu ia melanjutkan pada program S2 dan S3 nya di Harvard, dimana ia menjadi seorang anggota “ford” dan mendapat gelar MA dan Ph.D untuk mengembangkan klinik Psikologi dan Personaliti.
Pada tahun 2003, ia menerbitkan Destruction Emotions (emosi-emosi
yang merusak), yaitu sejumlah dialog ilmiah antara kelompok psikolog, ahli
saraf dan para filosof. Ia juga merupakan anggota dewan komisaris institut “mind andlife” yang mensponsori serial yang sedang berlangsung dalam dialog-dialog
tersebut dan membuat beragam penelitian yang relevan.
Selama kurang lebih sepuluh tahun, Goleman menggeluti ilmu-ilmu otak dan perilaku pada “The New York Times” dan artikel-artikelnya di muat diseluruh dunia dalam sindikat surat kabar ini. Ia pernah juga mengajar di Harvard (tempat ia meraih gelar doktornya) dan juga pernah menjadi editor senior di Psychology Today. Sangat banyak aktifitas yang dijalani oleh Goleman dalam bidang psikologi, termasuk pendalamannya tentang kecerdasan manusia dan kemudian ia dapat merumuskan sebuah teori tentang kecerdasan emosional manusia. Karena Goleman juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan maka kecerdasan emosional ini oleh Goleman diterapkan dalam istilah kepemimpinan pendidikan dengan kecerdasan emosional.
Karya-karya Goleman dalam bidang psikologi ada beberapa diantaranya selain Emotional Intelligence, buku-bukunya yang telah diterbitkan adalah Vital Lies, Simple Truths, The Meditative Mind, Working With Emotional Intelligence dan menjadi penulis pendamping buku The Creative Spirit. Dan buku terbarunya adalah primal Leadership Realizing The PowerOf Emotional Intelligence.
Buku-bukunya termasuk menjadi salah satu daftar “The New York Times”selama 1,5 tahun dengan lebih dari 5 juta cetakan eksemplar di seluruh dunia. Buku-buku tersebut telah menduduki peringkat penjualan terlaris hampir seluruh benua, Eropa dan Amerika latin dan telah di terjemahkan kedalam kurang lebih 30 bahasa.



C.  Konsep Daniel Goleman Tentang Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence)
1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Istilah Emotional Quotien (EQ) dan Emotional Intelligence (EI) dalam
penggunaannya sering disamakan. Namun secara garis besar ada berbedaan
titik tekan dari penggunaan kata tersebut. Intelligensi adalah potensi yang
dimiliki seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Adapun Quotient
adalah satuan ukuran yang digunakan untuk intelligensi. Jadi, kalau panjang
di ukur dengan meter, berat di ukur dengan gram, maka kercerdasan di
ukur dengan quotient. Karenanya tingkat kecerdasan selama ini dikenal
dengan IQ.[4]
Berbicara mengenai masalah kecerdasan emosi, tidak lepas dari kata
emosi, istilah yang makna tepatnya masih membingungkan baik para ahli
psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari satu abad. Secara harfiah,
Oxford English Dictionary, mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang
berarti “menggerakkan”, “bergerak” di tambah awalan “e” untuk memberi arti
“bergerak menjauh” menyiaratkan kecenderungnya bertindak merupakan hal
mutlak dalam emosi.[5] Hal tersebut sebagai akibat dari suatu stimulan yang
menyebabkan munculnya suatu keinginan untuk bertindak.
Sebenarnya gambaran tentang emosi itu mengandung watak dan
kondisi lebih jelas. Oleh karena itu Syamsu Yusuf memandang emosi sebagai suatu peristiwa psikologis yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lebih bersifat subjektif dari pada peristiwa psikologi lainnya, seperti
pengamatan dan berfikir.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indra.[6]
Dengan demikian gejala-gejala seperti senang, sedih, marah, takut,
tegang dan relaxs itu merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan
emosi pada diri seseorang.
Bahkan para ahli sosiologi menunjuk keunggulan perasaan di banding
nalar. Emosi merupaan pusat jiwa manusia. Emosi menuntun kita menghadapi
saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila diserahkan pada
otak. Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana
seketika untuk mengatasi masalah, yang telah ditanamkan berangsur-angsur
oleh evolusi.
Kecerdasan emosional adalah menunjuk pada suatu kemampuan
memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan
untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi-emosi yang
muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi menggambarkan yang walaupun berbeda namun berfungsi melengkapi
kecerdasan kognisi seseorang.[7]
Sedangkan menurut Patricia Patton, kecerdasan emosi adalah kekuatandi balik singgasana kecerdasan emosi yang mencakup ketrampilan-ketrampilan untuk:
a.    Menunda kepuasan dan mengendalikan impuls
b.    Tetap optimis terhadap kemalangan dan ketidakpastian
c.    Menyalurkan emosi-emosi yang kuat secara efektif.
d.   Mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan.
e.    Menangani kelemahan-kelemahan diri.
f.     Menunjukkan rasa empati kepada orang lain.
g.    Membangun kesadaran diri dan pemahaman diri.[8]
Pendapat Patricia di atas, bahwa kecerdasan emosi diartikan sebagai
kemampuan individu selama IQ yang didalamnya berupa pengungkapan
emosi secara efektif.
Ada juga yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi sebagai suatu
kemampuan khusus memahami yang diungkapkan secara langsung apa yang
diharapkan sendiri dan orang lain dengan berusaha memberikan terbaik tanpa
merasa terbebani.[9]
Menurut Robert K. Cooper yang dikutip oleh Ary Ginanjar Agustian
mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya kepekaan emosi sebagai
sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.[10]
Dan menurut Daniel Goleman mengenali konsep kecerdasan emosi
dapat dilihat dalam buku “Emotional intelligence” yang menyatakan
emotional intelligence: abilities such as being able to motivate oneself
and persist in the face of frustrations, to control impulse and delay
gratification, to regulate one’s moods and keep distress from swamping
the ability to think, to empathize and to hope
”.[11]
Artinya kecerdasan emosi adalah kemampuan-kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebihan, mengatur suasana hati
dan menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan berdoa.
Inilah hakekat kecerdasan emosi yang ditawarkan, oleh Daniel
Goleman menurutnya inti konsep yang menjadi titik tekan dalam
pandangannya adalah merujuk pada kecerdasan diri dan kecerdasan sosial.
Pendapat Goleman ini serupa dengan dua kecerdasan yang tercantum dalam
multiple intelligence yang dikembangkan oleh Howar Gardner lewat project
spectrum
, yakni interpersonal intelligence dan intrapersonal intelligence.
Dalam penelitian ini Gardner mendapatkan bahwa otak manusia
memungkinkan untuk memiliki sampai delapan jenis kecerdasan, di antaranya yaitu
sebagai berikut:
a.       Kecerdasan linguistik, yaitu kemampuan dalam hal membaca, menulis dan
berkomunikasi dengan kata-kata.
b.      Kecerdasan logika dan matematika, yaitu kemampuan untuk menalar dan
berhitung.
c.       Kecerdasan musikal.
d.      Kecerdasan spasial dan visual.

Jadi menurut hemat penulis, konsep yang ditawarkan oleh Goleman sangat relevan bila diterapkan dalam dunia pendidikan. Karena dunia pendidikan memiliki posisi yang penting dalam kehidupan berbangsa maka kepemimpinan yang kontekstual dan modern memiliki posisi yang lebih penting. Akan tetapi disini berangkat dari pemikiran Goleman bahwa kepemimpinan dalam lembaga pendidikan tidak melulu menekankan pada aspek intelektual-rasional. Akan tetapi aspek emosional juga merupakan hal yang penting. Jika semua pendidik memiliki kecerdasan emosional dalam menunaikan aktivitasnya disekolah pasti akan nampak pembelajaran yang harmonis dan nyaman. Karena dengan bekal kecerdasan emosional seseorang akan memahami suasana hati interpersonal maupun intrapersonal. Konsep yang ditawarkan Goleman menjadi sangat penting dijadikan sebagai objek kajian para pemimpin institusi pendidikan dan mungkin setiap pendidik harus paham tentang apa itu kecerdasan emosi.



BAB III
Penutup
Simpulan
Kecerdasan Emosi merupakan komponen penting dalam kaitannya melakukan aktivitasnya sebagai seorang pendidik. Kecerdasan emosi juga mendapat perhatian dari beberapa tokoh-tokoh, terutama tokoh psikologi (psikolog). Diantaranya adalah Goleman yang meminati sebuah kajian psikologis yang mengangkat sebuah tema tentang kecerdasan emosional. Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan-kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebihan, mengatur suasana hati
dan menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan berdoa.
Goleman berperspektif bahwa dunia pendidikan kecerdasan otak tidak melulu dapat menyelesaikan sebuah persoalan bahkan tugas berat. Tidak melulu otak mampu bekerja disaat keadaan emosional kurang begitu stabil. Maka disini akal menjadi kurang maksimal jika tidak di imbangi dengan kemampuan seseorang dalam memahami tentang kecerdasan emosi.








DAFTAR PUSTAKA
Emzir. Metodologi penelitian pendidikan kuantitatif dan kualitatif. Jakarta: raja grafindo persada. 233.
Particia Patton, EQ: Pengembangan Sukses Lebih Bermakna, Terj. Hermer, (Jakarta: Mitra Media, 2002)
Suharsimi Arikunto dkk. Penelitian tindakan kelas. Jakarta: bumi aksara. 2006.
Steven J. Stein dan Howard E. Book, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Terj. Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, (Bandung: Kaifa, 2002)
Soekarto indra fachrudi, dkk,  Pengantar kepemimpinan pendidikan, surabaya: Usaha Nasional, 1983.
Zainal Aqib. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. 2008.



[1] Sondang Siagian, v (Rieka Cipta: Jakarta, 2003).hlm. 1
[2]Ambar teguh sulistiani, kepemimpinan profesional pendekatan leadership games, yogyakarta: gava media, 2008, 9-10.
[3]Soekarto indra fachrudi, dkk, Pengantar kepemimpinan pendidikan, surabaya: usaha nasional, 1983,  32.
[4]Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Warrawu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta: PustakaPelajar Obor, 2003), hlm. 26.
[5]Daniel Goleman (a), Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Terj T. Hermaya,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 7.
[6]7 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 116
[7]Daniel Goleman (b), Working With Emotional, Intelligence: Kecerdasan Emosi UntukMencapai Puncak Prestasi, Terj. Alex Trikantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1999), hlm. 512.
[8]Particia Patton, EQ: Pengembangan Sukses Lebih Bermakna, Terj. Hermer, (Jakarta: MitraMedia, 2002), hlm. 1
[9]Steven J. Stein dan Howard E. Book, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar KecerdasanEmosional Meraih Sukses. Terj. Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, (Bandung: Kaifa,2002), hlm. 31
[10]Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan SpiritualESQ: Emotional Spiritual Quotien Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, ( Jakarta: ArgaWijaya Persada, 2001), hlm. 199
[11]Daniel Goleman (c), Emotional Intelligence, (New York: Bantam Books, 1995), hlm. 35

Post a Comment for "MAKALAH PENERAPAN GAYA KEPEMIMPINAN PRIMAL DALAM INSTITUSI SEKOLAH MENURUT GOLEMAN"